THE SACRED RIANA
- Jeri Wongiyanto
- Apr 5, 2019
- 2 min read
Film yang Buruk untuk Nama Besar Riana

Oleh Jeri Wongiyanto Pecinta dan Pengamat Film
NAMA besar Riana sebagai pesulap yang sudah mendunia menjadi jaminan tontonan yang memikat dan menyeramkan di panggung sulap.
Lalu apa jadinya jika sosok Riana diangkat ke layar lebar? Akankah sosoknya yang misteri dan menyeramkan mampu menakutkan penonton? Sutradara Billy Christian menggarap film ini dengan buruk, membingungkan sekaligus mengecewakan.
Mengisahkan tentang asal usul Riana (diperankan sendiri oleh The Sacred Rina) dan bonekanya yang bernama Riani. Masa kecil Riana tidaklah ceria.
Ibunya (Citra Prima) adalah perias mayat dan ayahnya (Prabu Revolusi) sebagai pedagang peti mati. Riana kecil hidup dalam ketakutan sebagai anak indigo yang bisa melihat makhluk tak kasat mata.
Sebuah perisrtiwa kebakaran membuat Riana sekeluarga harus pindah ke rumah Paman Johan (Willem Breves), satu-satunya saudara ayahnya.
Tragisnya, Om Johan mengalami kecelakaan pesawat hingga mewariskan seluruh harta bendanya termasuk rumah dan isinya kepada ayah Riana.
Rumah Johan berisi banyak benda antik. Ada sebuah gudang terlarang yang berisi benda-benda antik yang dijaga oleh makhluk gaib. Secara tak sengaja, Riana menemukan sebuah boneka yang diberi nama Riani di gudang itu.
Di film inilah kita akan mengetahui mengapa Riana menjadi sosok yang aneh dan misterius, hingga ia dewasa sangat jarang berbicara dan berkomunikasi dengan siapapun, inilah yang membuat guru BP sekolahnya Ibu Klara (Aura Kasih) mencoba merangkul Riana, Ia datang bersama tiga anak indigo lainnya bernama Hendro (Angrean Ken), Lusi (Agatha Chelsea) dan Anggi (Ciara Nadine Brosnan) berharap Riana bisa menjadi anak normal lagi.
Namun kedatangan mereka justru membuat para penghuni gaib di gudang terlarang keluar. Hantu-hantu seram pun bermunculan. Ada sosok Bava Gogh (Carlos Camelo) hingga wanita Belanda tanpa kepala. Mampukah mereka mengusir para roh jahat ini sekaligus menyelamatkan diri mereka masing-masing.
Film ini menyajikan banyak spesial efek yang belum sempurna, juga scoring yang lemah.
Skenario yang ditulis oleh Billy Christian dan Andy Oesman ini sungguh berantakan. Untuk sebuah film horor hal yang penting adalah alur dan plot cerita harus kuat dan mengalir, namun film ini justru bermain dalam tempo yang lambat membuat penonton menjadi bosan.
Jumpscare di beberapa adegan cukup mengejutkan, namun lagi-lagi Billy tidak berhasil memanfaatkan panggung horor ini untuk menakuti penonton. Sebuah sinematography yang gagal. Banyaknya karakter yang muncul justru membingungkan penonton.
Aura Kasih tampil kebingungan, ia terlalu hebat sebagai seorang guru BP yang tahu betul psikologi seorang indigo, ia juga tahu betul soal kekuatan-kekuatan supernatural.
Sangat tidak cocok peran ini diberikan pada Aura Kasih. Begitu pula penampilan Angrean Ken dan Agatha Chelsea kurang maksimal. Yang bermain bagus dan menggemaskan hanyalah tokoh Anggi yang diperankan Clara Nadine Brosnan, lumayan menghibur penonton.
Sayang sungguh sayang, nama besar Riana gagal dikibarkan dalam film ini. Penonton akan pulang dengan kecewa. Mungkin jadi lebih baik jika cerita film ini difokuskan saja pada sosok Riana yang memang sudah sangat misterius, tidak perlu ditambah banyak karakter yang tidak masuk akal dan hantu-hantu yang walaupun menyeramkan namun tidak penting. (*)
Comments