top of page
  • Google+ Social Icon
  • Twitter Social Icon
  • LinkedIn Social Icon
  • Facebook Social Icon

JOKER

  • Writer: Christian Ananta
    Christian Ananta
  • Oct 28, 2019
  • 2 min read

‘Merasakan’ Tragisnya Kehidupan Sang Badut


Oleh Jeri Wongiyanto

Pecinta dan Pengamat Film

SAYA agak terlambat mereview film ini, sudah banyak penonton Indonesia yang sudah menyaksikan bahkan ikut merasakan suramnya kehidupan Joker. Tapi saya akan tetap menulis film yang memang brillian dan bagusnya kebangetan ini.


Memang butuh kesiapan mental untuk menonton film ini. Penonton harus bersiap melihat kenyataan hidup Arthur Fleck (Joaquin Phoenix) yang akan terasa begitu nyata. Sutradara Todd Philips benar-benar membuat film “Joker” sebagai hiburan yang tidak mudah dicerna begitu saja.


Konflik politik yang manipulatif, konflik sosial dengan masalah kejiwaan, benturan antar kelas dan golongan ditampilkan Todd begitu nyata dan gamblang, seperti menampar dengan sangat keras kehidupan manusia yang sebenarnya.


Joker menampilkan perjalanan kejiwaan seorang pria bernama Arthur Fleck. Bermula seorang yang tertindas menjadi penjahat berdarah dingin yang tidak merasakan apa-apa ketika ia membunuh dan mencabut nyawa seseorang. Butuh kedewasaan berpikir untuk menyerap pesan dari film ini. Jadi sebaiknya, mematuhi peringatan dari Badan Sensor Film untuk klasifikasi usia tontonan, bahwa Joker memang hanya dibuat untuk 17 tahun ke atas.


Arthur Fleck adalah komedian gagal yang hidup di era Gotham City berada di titik kronis, penuh ketimpangan, kejahatan dan kemarahan pada 1980-an. Arthur senantiasa berusaha berbuat baik, apalagi ia sebagai badut yang harus menghibur banyak orang, meski kata sempurna jauh dari kehidupannya. Arthur juga memiliki masalah kejiwaan, ia kerap kali tak bisa menahan tawa yang kadang datang tiba-tiba. Kadang ia berusaha menahan tawa yang meledak dalam tangisnya. Hal ini membuatnya harus berobat dan rutin berkonsultasi dengan pekerja di dinas sosial dan kesehatan demi mendapatkan obat.


Walau sering mendapat perlakuan tak pantas dari lingkungan sekitarnya, Arthur adalah anak yang baik, ia sangat setia mengurus ibunya yang renta, sakit-sakitan dan sering meracau. Namun kehidupan seperti tak memihak Arthur, masalah terus berdatangan. Di tengah perundungan yang diterimanya di transpostasi umum, tepat saat ia dipecat dari pekerjaan, emosinya tak terkontrol lagi, ia melakukan kejahatan serius yang justru dilakukan tanpa merasa berdosa!!


Ajaibnya, Todd Phillips bukan hanya menggambarkan segala kepiluan Fleck, namun membawa penonton benar-benar ikut merasakan kehidupan tragis yang memilukan sekaligus gilanya Joker. Penonton akan secara ajaib ikut merasakan bagaimana menjadi Arthur yang terhina, dibully, disisihkan, yang mendapat kasih sayang palsu dan sesungguhnya tidak diinginkan, Tidak hanya beberapa menit, tapi rasa itu akan datang bertubi-tubi.

Narasi ‘gila’ dari Todd yang begitu menampar penonton untuk berlaku baik bagi siapapun! Todd seperti ingin menyadarkan penonton agar setelah menonton film ini, ada bibit kebaikan untuk berbuat baik untuk sesama.


Joker adalah film dengan paket lengkap, karya sinematografi digambarkan dengan puitis dan begitu indah. Sulit rasanya menuliskan tentang Joaquin Phoenix yang berperan sebagai Joker, ia begitu sempurna menjadi ‘gila’, begitu mempesona, begitu dahsyat..! Dialah kekuatan film ini.(*)

Comments


SIGN UP AND STAY UPDATED!
  • Instagram Social Icon
  • Facebook Social Icon
  • LinkedIn Social Icon
  • Twitter Social Icon

© 2019 by Jeri Wongiyanto

bottom of page