DREAD OUT
- Jeri Wongiyanto
- Apr 5, 2019
- 2 min read
Melawan Makhluk Gaib Bersenjatakan Smartphone

Oleh Jeri Wongiyanto
Pecinta dan Pegamat Film
TIDAK perlu mantra atau dukun yang hebat melawan makhluk-mahluk gaib mengerikan seperti pocong yang membawa clurit, atau hantu-hantu kuburan. Cukup berbekal flash kamera pada smartphone, hantu-hantu yang menyerang akan meringis kesakitan karena terbakar. Senjata inilah yang menjadi andalan dalam film bergenre horror-action film karya Kimo Stamboel yang pernah sukses menggarap film sadis, Rumah Dara dan Headshot.
Film Dread Out diadaptasi dari game berjudul sama, buatan anak bangsa yang sudah terkenal luas di manca negara. Game yang berkisah tentang sekelompok anak remaja yang tak sengaja membuka pintu gerbang neraka, plotnya dikembangkan lebih penuh konflik dalam film ini.
Seperti anak-anak milenia masa kini, yang aktif menggunakan smartphone mereka di medsos, Erik (Jefri Nicol), Linda (Caitlin Halderman), Jessica (Marsha Aruan), Beni (Muhammad Riza Irsyadillah), Dian (Suzana Sameh), dan Alex (Ciccio Manassero) berniat membuat vlog tayangan langsung untuk menggaet followers sebanyak-banyaknya. Idenya adalah mengulik apartemen angker yang sudah terbengkalai belasan tahun.
Setelah berhasil membujuk satpam yang sebenarnya melarang masuk, mereka mulai berpetualang. Merekam setiap sudut ruangan-ruangan yang tak terurus, hingga ke lantai paling atas. Rasa penasaran mereka tertuju pada sebuah kamar yang dipasang garis polisi yang kemungkinan bekas pembunuhan.
Dalam kamar apartemen tersebut, banyak hal aneh yang ditemui, ada gambar lingkaran aneh di lantai, juga banyak lembaran perkamen (semacam pengganti kertas tempo dulu yang terbuat dari kulit binatang) yang terdapat lukisan dan tulisan kawi kuno. Di antara mereka hanya Linda yang bisa membaca tulisan ini. Tak disangka yang dibaca adalah mantra yang tiba-tiba membuka portal gerbang menuju neraka.
Makhluk penunggu gerbang yang tenang, menjadi terusik. Mereka marah dan menyerang kelompok remaja SMA ini. Makhluk-makhluk jahat yang mengerikan dan menakutkan bermunculan, selain pocong bersenjata clurit, tangan-tangan dengan kuku panjang yang keluar dari kuburan, hingga perempuan berkebaya merah yang tak segan membunuh dengan keji.
Siap-siaplah, anda terkejut ketakutan, mencengkram erat apa yang bisa anda pegang. Banyak adegan-adegan yang mencekam terus menerus meneror jantung agar berdegub kencang. Bisakah para remaja ini selamat dan keluar dari gerbang neraka, hanya berbekal smartphone?
Sekali lagi, Kimo Stamboel berhasil membuat horror yang berbeda dari film bergenre sama. Petualangan sekelompok remaja melawan makhluk-makhluk seram dan sadis, jadi menarik dan seru. Plot yang sederhana ditambah alur cerita dibuat mengalir tanpa hambatan. Hantu-hantu yang muncul dibuat dengan detil dan benar-benar menakutkan. Scoring musik yang ‘berteriak-teriak’ sangat memberi nyawa panggung horror yang tone
nya sudah gelap, sejak film dibuka,
Namun, ada satu hal yang cukup mengganggu, adegan ketika Linda berlari dikejar pocong, kemudian keluar dari hutan, adegan ini berulang dua kali. Ketidakjelian editing seperti ini seharusnya tidak terjadi, untuk sutradara sekaliber Kimo. Untung saja hal ini bisa ditutupi oleh banyak adegan seru dan juga akting para bintang remaja yang bermain bagus dalam film ini. Kimo membagi jatah peran dalam porsi yang pas. Masing-masing memainkan karakternya dengan tidak berlebihan alias lebay. Bukan tidak mungkin film ini akan dapat meraup keuntungan besar.(*)
Comments