CALON BINI
- Jeri Wongiyanto
- Apr 5, 2019
- 2 min read
Dongeng Cinta Gadis Kampung Jaman Now

OIeh Jeri Wongiyanto
Pecinta dan Pengamat Film
JANGAN takut bermimpi setinggi langit karena selalu ada jalan untuk mencapainya. Itulah yang menjadi prinsip Ningsih (Michelle Zudith) gadis cantik yang tinggal di sebuah desa Jogjakarta. Lulus SMA ia bercita-cita bekerja dan kuliah demi membantu orangtua yang hidup miskin. Pak Le Agung (Ramzi) menganggap mimpi Ningsih terlalu tinggi untuk seorang gadis kampung., dan berniat menjodohkan Ningsih dengan Sapto (Dian Sidik) anak Kepala Desa (Butet Kertaradjasa).
Tentu saja Ningsih menolak mentah-mentah, dengan restu ibu dan ayahnya, Ningsih memutuskan untuk kabur ke Jakarta, untuk menerima tawaran temannya bekerja di sebuah rumah merah milik pengusaha kaya raya Pak Prawira (Slamet Rahardjo) dan istrinya (Minati Atmanegara).
Kepergian Ningsih menimbulkan masalah di desa, Pak Lek Agung yang sudah mendapat komisi dari Pak Kades sebagai Mak Comblang mau tak mau harus berusaha keras agar Ningsih bisa pulang kembali. Begitu pun dengan Sapto hampir setiap hari menangis dan merengek pada ayahnya karena Ningsih minggat.
Tiba di Jakarta, Ningsih disambut baik oleh keluarga Prawira, kehadirannya mengubah suasana rumah. Terlebih bagi Oma (Niniek L. Karim) yang selalu merasa kesepian karena cucu semata wayangnya Satria (Ricky Nazar) dikirim kuliah keluar negeri. Sementara Ningsih, seperti layaknya anak jaman now juga gemar bersosmed. Ia punya sahabat dan merasakan benih cinta pada teman chat-nya bernama samaran Jejak Langkah. Berkat Jejak Langkah inilah, Ningsih selalu bersemangat punya cita-cita tinggi.
Plot film yang disutradarai oleh Asep Kusnidar ini mirip sinetron pada umumnya, sangat klise dongeng cinta gadis kampung jaman now, yang jatuh hati pada pemuda yang ternyata kaya raya. Film ini memang merupakan hasil remake pada FTV tahun 2011 berjudul sama yang produksi oleh Screenplay Film.
Calon Bini, menyajikan cerita yang menghibur dan mudah diterima penonton. Awal film, menghadirkan kehidupan desa yang lugu dan bersahaja, pengenalan karakter tokoh-tokohnya pun tidak tergesa-gesa sehingga penonton akan mudah mengenal masing-masing tokoh. Tak ketinggalan, Asep mengemas skenario yang ditulis Titien Watimena, dengan alur komedi yang segar dan natural.
Alur kisah memang dibuat mengalir, namun terasa sangat terburu-buru, Juga konflik yang dibangun terkesan memaksa, hingga terasa tidak masuk akal dan tidak wajar, seharusnya bisa lebih diperhalus namun tetap menggelitik. Penyelesaian konflik pun terasa terlalu mudah.
Namun terlepas dari semua itu, film ini sukses mengaduk-ngaduk emosi penonton. Suasana desa dan budaya jawa yang kental, dialog-dialog dalam bahasa jawa yang disajikan sangat natutal.
Peran Michelle Zudith sebagai gadis Jawa patut diapresiasi ia memerankan tokoh Ningsih dengan baik, mampu berbahasa jawa kromo (halus) dengan natural, ia mampu mengimbangi nama-nama besar yang bermain dalam film ini. Sebuah dongeng cinta yang sayang dilewatkan. (*)
Comments